Jenis-jenis Sertifikat Tanah_Ritanozta Riangkotek
SUPORT
& DUKUNG RITANOZTA RIANGKOTEK DALAM BERBAGI
Halaman Facebook
Instagram
JENIS-JENIS SERTIFIKAT TANAH
Kali
ini saya akan berbagi sedikit mengenai jenis-jenis sertifikat tanah. Semoga artikel
ini bermanfaat untuk kita semua.
Kelengkapan
dokumen merupakan salah satu hal yang terpenting, dan yang pasti harus ada
sertifikatnya. Jika sudah ada, anda wajib mengetahui jenis-jenisnya.
1. Sertifikat Hak Milik (SHM)
Sertifikat Hak Milik (SHM)
adalah jenis sertifikat dengan kepemilikan hak penuh atas lahan atau tanah oleh
pemegang sertifikat tersebut. SHM juga menjadi bukti kepemilikan paling kuat
atas lahan atau tanah yang bersangkutan karena tidak ada lagi campur tangan
atau pun kemungkinan kepemilikan oleh pihak lain.
Hak Milik itu sendiri adalah hak yang bersifat turun-temurun, terkuat, dan
terpenuh yang dapat dimiliki orang atas tanah di mana tanah tersebut masih
memiliki fungsi sosial. Hak milik dapat diperjual belikan atau pun dijadikan
jaminan atau agunan atas utang dan apabila sudah diadministrasikan dengan baik,
maka anda sebagai pemilik tanah mendapatkan bukti kepemilikannya yang berupa Sertifikat
Hak Milik.
Status Hak Milik juga tidak
terbatas waktunya seperti jika Anda hanya memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan
(SHGB) yang akan dibahas selanjutnya. Melalui SHM, pemilik dapat menggunakannya
sebagai bukti kuat dan sah atas kepemilikan tanah. Jadi apabila terjadi
masalah, maka nama yang tercantum dalam SHM adalah pemilik sah berdasarkan
hukum.
SHM juga dapat menjadi alat
yang kuat untuk transaksi jual-beli maupun penjaminan kredit atau pembiayaan
perbankan. SHM hanya di peruntukkan bagi Warga Negara Indonesia (WNI).
Hak Milik atas lahan dan
bangunan yang dibuktikan oleh SHM masih dapat hilang atau dicabut karena
tanahnya dimaksudkan untuk kepentingan negara, penyerahan sukarela pemiliknya
ke negara, ditelantarkan, atau karena tanah tersebut bukan dimiliki oleh WNI.
2. Sertifikat
Hak Guna Bangunan (SHGB)
Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) adalah
jenis sertifikat di mana pemegang sertifikat tersebut hanya dapat memanfaatkan
lahan tersebut untuk mendirikan bangunan atau keperluan lain dalam kurun waktu
tertentu, sementara kepemilikan lahannya dipegang oleh negara.
Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) memiliki
batas waktu tertentu, biasanya 20 sampai 30 tahun, dan dapat diperpanjang.
Setelah melewati batas waktunya, Anda sebagai pemegang sertifikat harus
mengurus perpanjangan SHGB tersebut.
Hak Guna dapat diartikan sebagai hak atas
pemanfaatan atas tanah atau bangunan misalnya mendirikan dan mempunyai bangunan
di atas tanah yang bukan miliknya sendiri dalam jangka waktu tertentu. Hak Guna
ini yang dapat diperpanjang jangka waktunya, dan dapat pula digunakan sebagai
tanggungan serta dapat dialihkan.
Pemegang Hak Guna harus memberikan pemasukan
ke kas negara berkaitan dengan Hak Guna yang dimilikinya. Apabila Hak Guna
sudah diadministrasikan dengan baik maka pemegang hak mendapatkan bukti
kepemilikan berupa Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).
Lahan dengan status Hak Guna Bangunan (HGB)
diperbolehkan untuk dimiliki orang asing atau non Warga Negara Indonesia. Lahan
dengan status HGB ini biasanya berupa lahan yang dikelola oleh pihak pengembang
(developer) seperti perumahan atau apartemen, dan kadang juga untuk gedung
perkantoran.
Jika Anda membeli rumah, perlu diperiksa
terlebih dahulu status sertifikatnya, jika SHGB maka Anda tidak punya kuasa
atas tanah tersebut dan tidak dapat mewariskannya ke keturunan Anda. Namun,
SHGB tetap dapat dijadikan agunan untuk mengajukan pinjaman ke bank.
3. Sertifikat
Hak Satuan Rumah Susun (SHSRS)
SHSRS dapat dikaitkan dengan kepemilikan
seseorang atas rumah vertikal atau rumah susun yang dibangun di atas tanah
dengan kepemilikan bersama. Pengaturan kepemilikan bersama dalam satuan rumah
susun digunakan untuk memberi dasar kedudukan atas benda tak bergerak yang
menjadi objek kepemilikan di luar unit seperti taman dan lahan parkir.
4. Girik
Girik sebenarnya bukan merupakan sertifikat
kepemilikan atas tanah melainkan jenis administrasi desa untuk pertanahan yang
menunjukkan penguasaan atas lahan untuk keperluan perpajakan. Di dalam girik
tertera nomor, luas tanah, dan pemilik hak karena jual-beli maupun waris. Girik
harus ditunjang dengan bukti lain misalnya Akta Jual Beli atau Surat Waris.
Jika yang Anda pegang adalah girik, maka sangat disarankan untuk segera
mengurus sertifikat untuk lahan Anda.
5. Akta
Jual Beli (AJB)
AJB sebenarnya juga bukan sertifikat melainkan
perjanjian jual-beli dan merupakan salah satu bukti pengalihan hak atas tanah
sebagai akibat dari jual-beli. AJB dapat terjadi dalam berbagai bentuk
kepemilikan tanah, baik Hak Milik, Hak Guna Bangunan, maupun Girik. Bukti
kepemilikan berupa AJB biasanya sangat rentan terjadinya penipuan AJB ganda,
jadi sebaiknya segera dikonversi menjadi Sertifikat Hak Milik.
JENIS
SERTIFIKAT JELAS, STATUS HUKUM PUN PASTI
Sertifikat
kadang dianggap rumit pengurusannya, dan banyak orang kurang mengerti atau
kurang memiliki waktu untuk mengurus sertifikat untuk tanah atau bangunannya,
dan pada gilirannya jadi kurang siap saat timbul permasalahan hukum berkaitan
dengan tanah tersebut. Padahal kepastian hukum atas tanah atau bangunan
merupakan hal penting yang perlu diperhatikan sebelum melakukan pembelian.
Kejelasan
status hukum suatu sertifikat diperlukan apabila anda akan mendirikan bangunan,
melakukan jual-beli, atau pun membuatnya menjadi jaminan kredit di bank. Jadi
pastikan anda memegang sertifikat untuk properti anda agar anda siap apabila
timbul permasalahan atas properti anda tersebut. Kejelasan jenis
sertifikat yang anda miliki mendukung kepastian status hukum atas tanah dan
bangunan anda.
Sekian
& terimakasih, semoga artikel ini bermanfaat, mengenai kekurangan dalam
penulisan/penyampaian informasih, mohon kritik dan saranya di kolim komentar
bawa ini.
Makasih infonya, sangan bermanfaat....
BalasHapusRutin bosku tuk uploada diat pekan .....
BalasHapus